![]() |
| Kekerasan pecaran yang menjadi korban umumnya perempuan |
Ringkasan Artikel
Kekerasan dalam pacaran (KDP) kembali menjadi perhatian publik seiring meningkatnya kasus yang menimpa perempuan muda. Bentuk kekerasan seperti fisik, emosional, seksual, hingga pembatasan aktivitas kian marak terjadi akibat lemahnya kontrol diri dan minimnya pemahaman agama. Para ahli dan tokoh masyarakat mengingatkan bahwa KDP dapat memicu trauma jangka panjang, kerusakan mental, bahkan risiko kematian. Masyarakat dan korban diminta untuk berani melawan serta melapor karena negara telah menyediakan perlindungan hukum.
Kekerasan dalam hubungan pacaran atau dating violence kini menjadi alarm keras bagi masyarakat. Banyak pasangan muda tidak mampu mengontrol emosi, tidak memiliki pondasi agama yang kuat, serta menjalani hubungan tanpa batasan yang sehat. Akibatnya, hubungan yang seharusnya menjadi tempat saling mendukung malah berubah menjadi hubungan yang berbahaya.
Sayangnya, korban terbanyak adalah perempuan. Bukan karena mereka lemah, tetapi karena mereka sering kali mencintai terlalu dalam, mengalah terlalu banyak, dan takut kehilangan. Di sisi lain, pelaku memanfaatkan kelemahan itu untuk mendominasi, mengatur, dan bahkan menyakiti.
Bentuk-Bentuk Kekerasan dalam Pacaran yang Sering Terjadi
Kekerasan dalam pacaran tidak hanya tentang dipukul atau ditampar. Kekerasan itu memiliki banyak wajah:
1. Kekerasan Fisik
Mulai dari menampar, mendorong, mencekik, menendang, sampai memukul hingga memar.
Beberapa kasus bahkan berujung pada patah tulang dan luka permanen.
2. Kekerasan Emosional / Psikologis
Ini yang paling sering terjadi, tetapi paling sering pula tidak disadari:
mengancam, mempermalukan, memaki, merendahkan, menuduh, hingga mengontrol secara berlebihan.
Sering kali, korban bahkan percaya bahwa semua itu terjadi “karena sayang.”
3. Kekerasan Ekonomi
Pacar yang meminta uang, memaksa membiayai kebutuhannya, atau menguras harta pasangan.
Jenis kekerasan ini jarang disadari perempuan karena mereka merasa memberi adalah bentuk cinta.
4. Kekerasan Seksual
Mulai dari memaksa berciuman, meraba, memeluk, hingga memaksa melakukan hubungan seksual dengan ancaman.
Ini adalah salah satu tindakan paling berbahaya karena menyentuh aspek martabat, agama, dan masa depan korban.
5. Kekerasan Pembatasan Aktivitas
Pasangan menjadi posesif, melarang perempuan berteman, membatasi aktivitas, sering menaruh curiga, mengatur pakaian, hingga memantau ke mana pun korban pergi.
Posesif bukan bentuk cinta. Itu tanda kontrol.
Dampak Berat yang Menyiksa Korban, Secara Fisik dan Mental
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam pacaran memiliki risiko kesehatan 1,5 kali lebih tinggi dibanding perempuan yang menjalani hubungan sehat.
Dampaknya mencakup:
Dampak Fisik
memar
luka dalam
patah tulang
gegar otak
hingga ancaman cacat permanen
Dampak Psikologis
Yang jauh lebih mengerikan:
kehilangan harga diri
trauma jangka panjang
rasa malu
ketakutan bahkan setelah hubungan berakhir
cemas dan tidak percaya diri
depresi
merasa tidak berharga
dan yang paling ekstrem: keinginan bunuh diri
Setiap perempuan yang keluar dari hubungan beracun biasanya membawa luka yang tidak terlihat oleh mata. Luka batin.
Fenomena ini terjadi bukan hanya karena buruknya karakter pasangan, tetapi juga karena kurangnya pemahaman tentang hubungan sehat, kurangnya pendidikan emosi, serta jauhnya seseorang dari nilai spiritual.
Hal ini disampaikan oleh Ustadz muda Endang Permana, yang menilai bahwa banyak anak muda mengabaikan pentingnya ilmu agama dalam membangun diri.
“Sekolah itu penting, tapi ilmu agama jauh lebih penting. Ilmu umum itu buatan manusia, sementara agama adalah wahyu Allah. Tanpa agama, karakter seseorang mudah rusak.”
Ia menegaskan bahwa ilmu umum tidak menjamin karakter seseorang akan baik, sementara ilmu agama yang diamalkan akan menjadi penjaga akhlak.
“Banyak yang pintar secara teori, tapi miskin akhlak. Di sinilah agama berperan.”
Suara Masyarakat: Kekerasan dalam Pacaran Harus Dihentikan
Beberapa masyarakat memberikan pandangan terkait fenomena ini:
Umar (mahasiswa)
“Engga baiklah, nanti bisa jadi KDRT kalau menikah. Dampaknya berat, terutama traumatik kejiwaan.”Novi (ibu rumah tangga)
“Yang sudah menikah saja tidak boleh melakukan kekerasan, apalagi pacaran. Kalau ada masalah, bicarakan baik-baik. Lebih baik taaruf daripada pacaran yang banyak mudharatnya.”Velin (perawat)
“Ngeri banget pacaran zaman sekarang sampai ada pembunuhan. Kalau sudah ada kekerasan, harus dilaporkan. Jangan takut.”
Inspirasi: Perempuan Harus Berani Menjaga Martabat Dirinya
Kekerasan dalam pacaran bukan sekadar soal cinta, tetapi soal keselamatan, masa depan, dan harga diri. Karena itu, perempuan harus memahami hal-hal berikut:
1. Tidak Ada Alasan untuk Membiarkan Kekerasan
Jika seseorang benar-benar sayang, ia tidak akan:
memukul
memaksa
menghina
mengatur hidupmu
mengancammu
Cinta sejati menenangkan, bukan menyakitkan.
2. Berani Mengatakan “Tidak”
Jika pacarmu mulai:
bersikap kasar,
posesif berlebihan,
memaksa hal yang tidak kamu inginkan,
Kamu berhak menolak.
Tidak ada yang lebih berharga dari keselamatanmu.
3. Putuskan Jika Hubungan Sudah Beracun
Hubungan yang salah tidak bisa diperbaiki hanya dengan maaf atau janji berubah.
Kadang, satu-satunya cara menyelamatkan diri adalah keluar.
4. Laporkan dan Minta Pertolongan
Negara memiliki UU Perlindungan Perempuan.
Perempuan tidak boleh dibiarkan menderita sendirian.
Melapor bukan aib itu keberanian.
5. Tingkatkan Ilmu Agama
Agama mengajarkan batasan, akhlak, dan cara memperlakukan lawan jenis dengan terhormat.
Semakin dekat seseorang dengan agama, semakin ia menjaga diri dan orang lain.
Pesan Inspiratif : Perempuan Berharga, Jangan Biarkan Siapa Pun Merendahkanmu
Pacaran tidak seharusnya membuat seseorang kehilangan jati diri, kesehatan, atau martabatnya.
Jika hubungan tersebut membuatmu menangis lebih banyak daripada tersenyum, meninggalkannya bukanlah kelemahan itu adalah tindakan paling berani.

Social Media