BLANTERORIONv101

SEA Games Thailand 2025 Jadi Mimpi Buruk, Timnas Voli Putra Indonesia Gagal Pertahankan Emas

21 Desember 2025

voliputra sea games 2025
Timnas voli putra gagal pertahankan tradisi medali Sea Games Thailand 2025


satuspirit.my.id – SEA Games Thailand 2025 menjadi mimpi buruk bagi timnas bola voli putra Indonesia. Harapan untuk kembali mempertahankan medali emas SEA Games pupus setelah Indonesia harus mengakui keunggulan Thailand dengan skor ketat 3–2 pada laga grand final.

Kekalahan ini terasa sangat menyakitkan, mengingat Indonesia sebelumnya sukses meraih tiga medali emas berturut-turut pada SEA Games 2019, 2021, dan 2023. Target besar kwatrik emas yang dibebankan kepada federasi pun gagal terwujud.

Di hadapan ribuan pendukung tuan rumah, Rifan Nurmulki dan kawan-kawan tampil penuh semangat dan trengginas namun belum cukup untuk membendung tekanan Thailand. Ekspektasi tinggi publik membuat hasil ini semakin menyesakkan bagi para pencinta voli Tanah Air.

Kekalahan ini langsung memicu kekecewaan mendalam dari volimenia Indonesia. Banyak pihak menilai bahwa peluang untuk kembali merebut emas sebenarnya terbuka lebar. Namun di sisi lain, kritik yang muncul di ruang publik kerap melampaui batas.

Sebagian netizen melontarkan hujatan personal kepada pemain, bahkan menyeret urusan keluarga. Padahal, bola voli adalah olahraga kolektif, di mana kemenangan dan kekalahan merupakan tanggung jawab bersama.

Kritik tentu diperlukan, tetapi serangan personal justru berpotensi merusak mental atlet dan ekosistem pembinaan olahraga nasional.

Pemain Sudah Maksimal, Pelatih Kurang Responsif


Pecinta voli asal Bandung, Didit Afriansah, menilai bahwa secara umum pemain timnas voli putra Indonesia sudah tampil maksimal di final SEA Games Thailand 2025.

“Kalau kita lihat objektif, pemain sudah bermain maksimal. Tapi memang ada satu sampai dua pemain yang terlihat off. Dalam situasi seperti itu, pelatih seharusnya bisa lebih cepat membaca kondisi,” ujar Didit Afriansah.


Menurutnya, tidak adanya pergantian pemain saat momentum mulai berubah menjadi salah satu faktor krusial.

“Ketika situasi mulai tidak menguntungkan, tidak ada pergantian pemain yang signifikan. Akhirnya hasilnya seperti yang kita lihat,” lanjutnya.

Kemistri Sudah Terbangun, Sentuhan Pelatih Jadi Pembeda

Didit juga menegaskan bahwa kekalahan ini tidak sepenuhnya disebabkan oleh persiapan tim. Ia melihat kemistri timnas voli putra Indonesia sebenarnya sudah terbentuk dengan cukup baik.

“Saya tidak mau menyalahkan persiapan. Kemistri tim sudah terbangun, komunikasi di lapangan juga terlihat. Tapi tetap ada kekurangan,” katanya.

Ia menilai, pada level pertandingan sebesar final SEA Games, peran pelatih menjadi sangat menentukan.

“Di sinilah sentuhan pelatih dibutuhkan. Mengubah ritme, membaca momentum, atau sekadar mengganti pemain untuk memecah tekanan,” jelas Didit.

Evaluasi Federasi dan Harapan Menuju 2026

Meski menyakitkan, kekalahan ini harus segera dijadikan bahan evaluasi federasi. Menurut Didit, langkah ke depan tidak boleh ditunda, terutama terkait penunjukan pelatih timnas voli putra Indonesia.

“Memang menyakitkan, tapi harus dilupakan. Menuju 2026, pelatih timnas harus dipilih dari sekarang, jangan nanti-nanti. Kalau terlambat, hasilnya bisa terulang,” tegasnya.

Setelah Proliga, Indonesia akan menghadapi berbagai event Asia dan ASEAN. Tahun 2026 diharapkan menjadi momentum kebangkitan dan pembuktian bahwa bola voli putra Indonesia masih menjadi kekuatan utama di kawasan.

(*)









(*)


Komentar