BLANTERORIONv101

Beredar Isu Gaji Rp100 Juta/Bulan: Kenaikan Gaji atau Kompensasi Rumah Dinas?”

25 Agustus 2025
Survei dari ICW menunjukkan mayoritas publik menolak rencana kenaikan penghasilan DPR

satuspirit-Isu soal kenaikan gaji anggota DPR RI sempat viral: “Rp3 juta per hari, atau Rp100 juta per bulan!” Tapi benarkah gaji mereka benar-benar naik? Dan kenapa malah memicu gelombang demonstrasi di depan gedung DPR?

Ketua DPR, Puan Maharani, menyatakan tidak ada kenaikan gaji pokok bagi anggota legislatif. Yang ada adalah kompensasi tunjangan rumah—senilai sekitar Rp50 juta per bulan—sebagai pengganti fasilitas rumah dinas yang telah dikembalikan ke pemerintah .

Gaji pokok anggota DPR tetap mengacu pada peraturan lama, yakni berdasarkan PP No. 75/2000 dan Surat Edaran Setjen DPR RI, sekitar Rp4,2 juta per bulan .

Banyak pihak, termasuk akademisi seperti Dr. Darwin Damanik (USI), menilai bahwa wacana kenaikan gaji—walaupun sebenarnya hanya untuk kompensasi rumah—sangat tidak sensitif. Terutama di tengah kondisi ekonomi sulit dan upaya efisiensi anggaran negara .

Direktur IPR, Iwan Setiawan, bahkan menyatakan bahwa isu ini “melukai hati rakyat” dan berpotensi memicu demonstrasi besar karena dianggap tidak memiliki empati terhadap kondisi masyarakat saat ini .

Survei dari ICW menunjukkan mayoritas publik menolak rencana kenaikan penghasilan DPR. Sebanyak 82% tidak setuju, dan 88,5% merasa gaji saat ini sudah mencukupi. Masyarakat juga meragukan bahwa kenaikan itu akan diikuti dengan peningkatan kinerja DPR .

Isu gaji ini bukan satu-satunya yang memicu aksi. Gelombang protes mahasiswa dan masyarakat yang dikenal dengan gerakan #IndonesiaGelap mengemuka pada awal 2025. Mereka menyuarakan berbagai tuntutan, seperti: 

Perbaikan sistem hukum dan penegakan HAM.

Isu gaji ini bukan satu-satunya yang memicu aksi

Perhatian terhadap kesejahteraan guru, ASN, dan dosen

Penanganan mafia tanah dan korupsi

Transparansi dan kinerja yang efektif dari wakil rakyat 

Sementara itu, revisi UU TNI juga memicu protes, khususnya penolakan terhadap potensi kembalinya “dualisme fungsi” TNI dalam politik dan pemerintahan. Proses pembahasan yang berlangsung tertutup, bahkan diadakan di hotel mewah, mendapat kritikan tajam dari berbagai kalangan civil society .

Dialog Ringan warga Sebagai Ilustrasi terhadap polemik ini.

Dewi (warga + dosen): "Lho, katanya gaji anggota DPR naik jadi Rp100 juta sebulan!"

Andi (teman): "Ternyata itu bukan kenaikan gaji, tapi kompensasi rumah. Tapi tetap saja masyarakat ngerasa nggak peka."

Dewi: "Iya, benar-benar bikin emosi. Apalagi banyak orang struggling dengan kebutuhan hidup."

Andi: "Makanya sekarang banyak yang turun ke jalan sambil bawa tuntutan lebih luas, bukan cuma soal gaji."

Isu “kenaikan gaji DPR” yang sebenarnya hanyalah kompensasi rumah dinas telah memicu reaksi kuat publik. Bukan karena nominalnya, tapi karena sensitivitas terhadap kondisi rakyat di tengah ekonomi yang tidak mudah.

Transparansi dan kepekaan terhadap publik itu penting.

DPR sebaiknya fokus pada fungsi legislasi dan peningkatan kualitas pelayanan publik—bukannya hanya terjebak kontroversi manfaat pribadi.

Demonstrasi adalah suara masyarakat yang mengharapkan perubahan nyata, bukan sekadar klarifikasi di media.

"Masih belum jelas? Yuk, share opini kamu:

Apa menurutmu anggota DPR harusnya fokus  perbaiki kinerja daripada tunjangan?

Tulis di kolom komentar.

Kunjungi : https://spiritkita.id/

(*)

Komentar