BLANTERORIONv101

Uang Pelicin dan Orang Dalam: Penghambat Kemajuan Dunia Kerja Indonesia

7 September 2025

cari kerja uang pelicin dan orang dalam
Alih-alih menilai calon pekerja berdasarkan kapabilitas, pengalaman, dan skill, banyak perusahaan justru terjebak dalam budaya transaksional.
satuspirit.my.id - Dunia kerja di Indonesia menghadapi persoalan serius yang sering luput dari perhatian: praktik uang pelicin dan penggunaan orang dalam dalam proses rekrutmen. Fenomena ini sudah lama menjadi rahasia umum, namun dampaknya sangat merusak bagi perusahaan maupun pencari kerja.

Alih-alih menilai calon pekerja berdasarkan kapabilitas, pengalaman, dan skill, banyak perusahaan justru terjebak dalam budaya transaksional. “Kalau ada uang, bisa masuk. Kalau ada orang dalam, lebih cepat diterima.” Pola seperti ini pada akhirnya menciptakan lingkaran setan yang merugikan semua pihak.

Dampak Praktik Uang Pelicin dan Orang Dalam dapat Menurunkan kualitas perusahaan – Pekerja yang direkrut bukan karena keahliannya, melainkan karena kedekatan atau uang sogokan. Menghalangi kandidat berkualitas – Pencari kerja yang sebenarnya punya kompetensi tinggi justru tersingkir. Menciptakan budaya kerja tidak sehat – Karyawan yang diterima dengan cara curang cenderung tidak loyal dan kurang produktif. Menghambat inovasi dan pertumbuhan perusahaan – Karena posisi penting tidak ditempati oleh orang yang tepat.

Baca Juga : https://www.satuspirit.my.id/2025/09/mencari-kerja-indonesia-syarat-tidak-relevan.html

Seorang pekerja bernama Rudy Hamsari berbagi pengalamannya. Suatu waktu dia sedang mencari kerja, ada perusahaan yang membuka lowongan. Namun pada akhirnya ia harus menerima kenyataan pahit, diminta uang meski secara kualifikasi sesuai yang dibutuhkan.

“Saya kecewa dan sedih. Orang yang butuh kerja malah harus bayar dulu sebelum kerja. Saya sendiri pernah melihat teman saya yang tidak punya skill, tapi diterima di perusahaan dengan gaji besar karena ada orang dalam. Sementara saya dan banyak orang lain yang punya kemampuan justru ditolak.”katanya.

Baca Juga : https://www.satuspirit.my.id/2025/08/demo-dpr-ri-isu-kenaikan-gaji-dan-kompensasi-rumah.html

Pria kelahiran 1999 ini, menilai jika praktek liar dan tak bermartabaat ini terus terjadi ia yakin perusahaan di Indonesia tidak akan maju dan pengangguran akan terus bertambah.

"Mestinya perusahaan mengawasi ketat rekrutmen karyawan agr para calo tidak bekembang biak. Praktek ini saya kira tidak hanya di swasta tapi juga negeri. Harus ada ketegasan dan kepastian hukum," tandasnya kesal.

Pernyataan Rudy ini menggambarkan bagaimana ketidakadilan dalam rekrutmen sudah menjadi realita pahit bagi banyak pencari kerja di Indonesia.

Harapan untuk Perubahan

Untuk memutus rantai budaya ini, ada beberapa langkah penting yang bisa dilakukan: Transparansi rekrutmen: Perusahaan harus membuka proses seleksi yang jelas, adil, dan berbasis merit. Penegakan hukum: Pemerintah perlu memperketat regulasi dan menindak tegas praktik jual-beli jabatan di dunia kerja. Pendidikan moral dan etika kerja: Baik perusahaan maupun pencari kerja harus didorong untuk menjunjung integritas. Membangun budaya profesionalisme: Penilaian harus fokus pada kompetensi, pengalaman, dan integritas, bukan faktor non-teknis.

Jika praktik ini diberantas, maka perusahaan akan berkembang lebih sehat, dan pencari kerja pun memiliki peluang yang lebih adil.

(*)


Komentar