BLANTERORIONv101

Peran Ulama dalam Politik: Mampukah Moralitas Mengubah Wajah Politik Indonesia?

19 November 2025

ulama harus terjun ke politik
"Seorang ulama sedang berpidato di podium dengan latar bendera Indonesia, menggambarkan peran moral ulama dalam dunia politik."

satuspirit.my.id - Dunia politik selalu menjadi ruang yang penuh dinamika. Banyak orang memandang politik sebagai arena yang tidak memiliki kepastian, tempat intrik berkembang, dan kepentingan menjadi kompas utama. Persepsi tersebut muncul bukan tanpa alasan. Sejarah perjalanan politik di berbagai negara, termasuk Indonesia, memperlihatkan bagaimana kepentingan sering kali mengalahkan nilai moralitas, kejujuran, dan etika publik.

Dalam pandangan sebagian masyarakat, politik identik dengan strategi yang serba abu-abu. Siapa yang memiliki kekuatan baik kekuatan modal, jejaring elite, maupun akses kekuasaan dialah yang sering kali memenangkan kontestasi. Bahkan, cara-cara yang dianggap tidak etis bisa saja dilakukan demi mencapai tujuan. Akibatnya, politik sering dinilai sebagai dunia yang “keras,” “kejam,” dan “tidak cocok” untuk orang-orang bermoral tinggi.

Tidak dapat dipungkiri bahwa politik memiliki karakter penuh perubahan. Orang yang dulunya sahabat bisa berubah menjadi lawan karena perbedaan kepentingan. Begitu pula sebaliknya: lawan dapat menjadi kawan hanya dalam hitungan jam atau bahkan menit. Inilah yang membuat banyak orang merasa bahwa politik terlalu rapuh jika diisi oleh mereka yang memiliki idealisme kuat tentang kebenaran dan kejujuran.

Selain itu, uang menjadi salah satu faktor yang tidak bisa dipisahkan dari dunia politik modern. Sebuah riset dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (sebelum bergabung ke BRIN) pernah menyebutkan bahwa biaya politik di Indonesia termasuk yang tertinggi di Asia Tenggara. Kampanye, logistik, dan konsolidasi massa membutuhkan modal besar. Bagi calon yang memiliki moralitas baik namun minim pendanaan, perjuangan menjadi jauh lebih berat dibandingkan mereka yang memiliki modal besar tetapi menghalalkan segala cara.

Fenomena tersebut membuat publik sering kali pesimis. Tidak jarang kita mendengar ungkapan seperti, “Yang jujur pasti kalah,” atau “Politik bukan tempat orang baik.” Pesimisme ini melekat bertahun-tahun karena begitu banyak contoh yang menguatkan anggapan tersebut.

Namun, apakah dunia politik akan selamanya seperti itu? Apakah tidak ada harapan untuk melihat wajah politik yang lebih santun, manusiawi, dan bermartabat?

Harapan Baru: Politik yang Santun dan Bermoral

Sebagai bangsa yang besar, Indonesia selalu memiliki harapan bahwa politik bisa menjadi sarana perubahan menuju hal-hal baik, bukan sekadar ajang perebutan kekuasaan. Politik seharusnya menjadi ruang untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, meningkatkan kesejahteraan, dan menghadirkan keadilan sosial. Karena itu, publik mulai mendorong dibutuhkannya sosok-sosok berintegritas tinggi yang bersedia masuk ke dunia politik.

Di sinilah peran ulama, ustadz, dan kiai menjadi sangat penting. Tokoh agama sejak dulu memegang peranan besar dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Mereka bukan sekadar pemimpin spiritual, tetapi juga penjaga moral dan panutan dalam bertindak.

Ketika ulama masuk ke dunia politik, harapan yang lahir bukan hanya soal kemenangan elektoral, melainkan perubahan arah. Masyarakat berharap bahwa nilai-nilai luhur seperti kejujuran, kesederhanaan, amanah, dan kepedulian dapat mewarnai setiap proses politik.

Mengapa Ulama Diharapkan Masuk ke Dunia Politik?

1. Membawa Teladan Moral dan Akhlak Publik

Dalam banyak kasus, tokoh agama adalah individu yang paling dipercaya masyarakat. Survei LSI (Lembaga Survei Indonesia) mencatat bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap ulama konsisten berada pada posisi tertinggi dibandingkan profesi lain. Kepercayaan inilah yang menjadi modal besar untuk memperbaiki wajah politik.

Ketika ulama hadir dalam kontestasi politik, masyarakat berharap mereka menjadi “filter moral” terhadap praktik politik yang selama ini dianggap kotor.

2. Penguatan Kebijakan Berbasis Kepentingan Rakyat

Ulama yang terjun ke politik umumnya membawa misi pengabdian. Mereka memahami kebutuhan masyarakat bawah, struktur sosial, dan nilai-nilai keadilan. Dengan posisi politik, mereka berpotensi membangun program sosial yang lebih tepat sasaran, terutama di bidang pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan.

3. Penyeimbang Kekuasaan

Kehadiran ulama juga dipandang sebagai penyeimbang terhadap kelompok politik yang hanya bergerak berdasarkan kepentingan ekonomi atau kekuasaan. Di banyak daerah, ulama mampu meredam konflik, memperkuat persatuan, dan mereduksi polarisasi.

4. Membersihkan Citra Politik

Dengan masuknya tokoh agama ke ruang kekuasaan, publik mulai menyadari bahwa politik tidak selalu identik dengan keburukan. Meski prosesnya tidak mudah dan membutuhkan waktu panjang, perubahan citra politik dapat terjadi secara gradual.

Tantangan Berat yang Menanti

Meski penuh harapan, realitas di lapangan menunjukkan bahwa ulama yang terjun ke dunia politik menghadapi tantangan besar. Pengamat sosial, Didi Arwijaya, menegaskan bahwa ulama tidak perlu takut masuk ke politik, tetapi mereka harus siap menghadapi tekanan dan godaan yang besar.

Menurutnya, tantangan ulama di politik meliputi:

• Tekanan Kekuasaan

Politik sering kali menguji mental. Tawaran jabatan dan fasilitas dapat menggoyahkan idealisme siapa pun, termasuk tokoh agama.

• Perang Kepentingan

Ulama harus mampu bersikap adil di tengah tarik-menarik kepentingan partai, tokoh elite, dan dinamika internal pendukung.

• Konsistensi Iman dan Integritas

Tidak sedikit tokoh berintegritas yang akhirnya “tumbang” ketika masuk ke lingkar politik. Karena itu, ulama harus memiliki benteng moral yang kuat dan tidak mudah tergoda.

• Tantangan Popularitas vs. Elektabilitas

Tidak semua ulama yang populer di masyarakat otomatis memiliki mesin politik kuat. Politik bukan hanya soal reputasi, tetapi juga strategi, pembiayaan, dan kemampuan membaca kekuatan lawan.

Didi Arwijaya menegaskan, “Ulama harus siap dengan segala konsekuensi. Mereka harus membawa perubahan, bukan hanyut dalam kepentingan.” katanya kepada redaksi.

Data dan Fenomena Politik Berbasis Moralitas

Beberapa data dan fakta bisa memperkuat gambaran bagaimana moralitas berpengaruh dalam politik:

  • Survei Indikator Politik Indonesia tahun 2023 menunjukkan bahwa 72% masyarakat menginginkan pemimpin yang jujur dan bermoral, bahkan lebih tinggi dibandingkan pemimpin yang dianggap berprestasi.
  • Setiap tahun, tingkat ketidakpercayaan terhadap politisi meningkat, namun kepercayaan terhadap pemuka agama tetap stabil dan tinggi.
  • Dalam Pemilu di beberapa daerah, tokoh agama yang terjun ke politik cenderung memiliki peluang lebih besar untuk menarik dukungan lintas kelompok karena dianggap netral dan tidak penuh kepentingan.

Fenomena ini menunjukkan bahwa masyarakat sebenarnya merindukan politik yang lebih beretika dan manusiawi. Mereka membutuhkan figur yang tidak hanya cerdas secara strategi, tetapi juga kuat secara moral.

Politik yang Beradab Bisa Dimulai dari Orang-Orang Beradab

Akhirnya, kita sampai pada pertanyaan fundamental: apakah politik bisa berubah?
Jawabannya: bisa, tetapi membutuhkan orang-orang baik yang berani masuk dan berjuang dari dalam.

Ulama, ustadz, dan kiai bisa menjadi jembatan perubahan tersebut. Mereka memiliki modal moral, jaringan sosial, dan kepercayaan publik yang kuat. Dengan bekal itu, politik dapat bergerak ke arah yang lebih santun, beradab, dan mengutamakan kesejahteraan rakyat.

"Ulama, Ustadz atau Kiai tentu diharapkan membawa perubahan citra politik dari negatef ke arah positif. Saya optimis jika banyak tokoh agama terjun akan membawa perubahan yang lebih baik terutama pembelajaran politik yang lebih cerdas dan kesejahteraan masyarakat," tandasnya.

Dengan hadirnya ulama dalam dunia politik:

  • politik bisa kembali pada jati dirinya: mengurus umat, bukan memperkaya diri,
  • politik bisa menjadi sarana memperjuangkan kebaikan,
  • citra politik yang buruk bisa diperbaiki secara bertahap,
  • dan masyarakat mulai percaya bahwa politik bukan hanya soal kekuasaan, namun soal pengabdian.

Penutup: Politik Akan Baik Bila Diisi Orang-Orang Baik

Perubahan politik tidak mungkin terjadi secara instan. Namun langkah pertama harus dimulai oleh mereka yang memiliki niat tulus. Ulama yang terjun ke politik harus membawa kebaikan, kejujuran, dan integritas. Dengan demikian, penilaian bahwa politik penuh kebohongan dan ketidakjujuran perlahan dapat terkikis.

Pada akhirnya, wajah politik Indonesia di masa depan sangat bergantung pada siapa yang mengisinya. Jika politik diisi oleh orang-orang yang baik, berintegritas, dan amanah, maka politik akan berubah menjadi sarana kebaikan yang sesungguhnya.


🛏️ Promo Q’Qiu Sprei & Bed Cover tampil eksklusif di satuspirit.my.id

🛏️ Info lengkap 👉 klik di sini

Komentar