![]() |
Ilustrasi. Dua orang sedang berdiskusi namun tidak ada titik temu karena egoisme |
satuspirit.my.id - Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak pernah lepas dari interaksi dengan orang lain. Baik di lingkungan kerja, komunitas, maupun pergaulan sosial, setiap orang membawa karakter dan pemikiran masing-masing. Tantangannya, kadang egoisme lebih menonjol daripada logika.
Egoisme adalah sikap mementingkan diri sendiri secara berlebihan, sehingga sulit menerima masukan dari orang lain. Seseorang yang terjebak dalam “egoisme sentris” sering berpikir bahwa apa yang dia lakukan pasti benar, tanpa mempertimbangkan pendapat sekitar.
Nah hal ini dialami oleh pekerja event bernama Fatah Hali, yang sudah bepengalaman dalam menyeleggarakan berbagai event.
Suatu ketika, ia bekerja sama dengan sebuah komunitas untuk mengadakan acara.
Dalam komunitas itu ada sosok yang dianggap sesepuh, sebut saja Tata Prahata. Awalnya kerja sama berjalan lancar. Namun, seiring berjalannya waktu, muncul sifat asli Tata yang cenderung memaksakan kehendak.
“Ini pengalaman pertama saya bekerja sama dengan komunitas seperti ini. Rasanya agak tertekan karena setiap ide atau keputusan harus mengikuti cara dia. Seolah-olah hanya pendapatnya yang benar,” ungkap Fatah kepada redaksi.
Situasi ini membuat kerja sama menjadi kurang sehat. Alih-alih fokus pada kesuksesan acara, energi banyak terkuras hanya untuk menghadapi egoisme yang mendominasi.
"Keadaan ini berimbas kepada planing yang sudah disusun. Sudah ok tapi karena egonya dia harus di di format ulang. Fokus terbagi dua, melawan ego dan sukses acara," terangnya.
Egoisme Bisa Jadi Bumerang?
Egoisme yang berlebihan bisa merugikan banyak pihak diantaranya: Merusak hubungan. Orang lain merasa tidak dihargai. Menghambat kolaborasi. Gagasan baru sulit diterima. Membuat stres. Baik bagi diri sendiri apalagi orang sekitar.
Dalam kasus Fatah dan Tata, keegoisan justru mengancam keberhasilan event yang seharusnya bisa menjadi momen kebersamaan.
Bagaimana Cara Menekan Egoisme?
Ego adalah bagian dari karakter manusia. Namun, dengan kesadaran dan latihan, egoisme bisa diminimalisir agar tidak merugikan orang lain. Beberapa cara yang bisa dilakukan antara lain:
1. Belajar Mendengar
Dengarkan masukan orang lain tanpa langsung membantah. Kadang ide sederhana dari orang lain justru jadi solusi.
2. Kendalikan Emosi
Jangan terburu-buru marah atau tersinggung. Tarik napas, beri jeda sebelum merespon.
3. Utamakan Tujuan Bersama
Ingatlah bahwa keberhasilan bukan soal siapa yang paling benar, tetapi siapa yang mau bekerja sama.
4. Berani Mengakui Kesalahan
Mengakui salah bukan kelemahan, justru tanda kedewasaan.
Pesan Inspirasi
Kisah Fatah Hali dan Tata Prahata mengajarkan kita bahwa egoisme memang wajar dimiliki setiap orang. Namun, ketika ego lebih dominan daripada logika, hasilnya justru merugikan diri sendiri dan orang lain.
Menekan egoisme bukan berarti kehilangan jati diri, melainkan belajar memahami orang lain. Dengan begitu, setiap kolaborasi, kerja, atau hubungan sosial bisa berjalan lebih sehat, penuh saling menghargai, dan menginspirasi.
"Ego bisa dikendalikan menurut saya dengan cara mau mendengar pendapat orang lain," tutupnya.
Baca Juga ;
https://www.satuspirit.my.id/2025/09/penyebab-pecahnya-persahabatan-dan-kisah-dita.html
https://www.satuspirit.my.id/2025/09/seks-bebas-remaja-media-sosial-dan-pendidikan-agama.html
(*)
Social Media