![]() |
| Mental pelajar era digital lembek beda dengan jaman dulu, sekarang teguran di anggap kekerasan lapor Polisi, akhirnya kriminilisasi (Photo ilustrasi) |
Nah, Kisah ini dialami oleh Firka Aydara, seorang pria yang kini sudah berkeluarga, namun tak pernah lupa dengan masa-masa “nakalnya” saat duduk di bangku SMA pada era 90-an.
“Saya dulu benar-benar badung. Sering bolos, merokok, bahkan pernah merokok di dalam kelas waktu jam istirahat,” kenang Firka sambil tertawa kecil.
Ia mengakui, masa remajanya dipenuhi kenakalan khas anak muda yang belum tahu arah. Guru-gurunya sudah hapal dengan tingkah Firka.
“Saya sering ditegur, dimarahi, bahkan pernah dilempar penghapus gara-gara ngobrol waktu pelajaran matematika. Kepala saya sampai berdarah sedikit. Tapi waktu saya cerita ke ibu, bukannya bela, saya malah dimarahin balik. Kata ibu: ‘Baguslah kamu ditampar, biar kapok!’” ujarnya.
Itu menjadi momen yang tak pernah ia lupakan. “Zaman dulu, kalau guru menegur keras, orang tua justru mendukung. Karena dianggap bentuk kasih sayang, bukan kekerasan,” katanya lagi.
Salah satu pengalaman paling diingat Firka terjadi saat ia ketahuan merokok di WC sekolah oleh Pak Dani, guru olahraga yang dikenal tegas dan disegani.“Saya langsung ditampar dua kali, kiri kanan. Saya sempat emosi mau melawan, tapi ya nggak berani. Pak Dhani itu jago silat.” ucapnya tertawa.
Tak berhenti di situ, Firka dipanggil ke ruang kepala sekolah. Orang tuanya datang dan di luar dugaan, orang tuanya malah menamparnya lagi di depan guru-guru.
“Kalau zaman sekarang, pasti guru itu yang dilaporin ke polisi. Tapi waktu itu, orang tua saya malah mendukung tindakan guru.”
Pendidikan Dulu dan Sekarang: Antara Disiplin dan Kriminalisasi
Fenomena seperti yang dialami Firka menunjukkan perubahan besar dalam dunia pendidikan Indonesia. Jika dulu ketegasan guru dianggap bagian dari pembentukan karakter, kini banyak tindakan serupa dianggap melanggar hak siswa.
Firka menilai, perubahan ini memang ada sisi positifnya, tapi juga bisa berdampak negatif jika berlebihan.
“Kalau anak salah tapi dibiarkan, nanti mereka nggak tahu batas. Pendidikan bukan hanya soal pintar, tapi soal membentuk mental. Kalau mentalnya lembek, bagaimana mau menghadapi tantangan hidup?” katanya.
Refleksi untuk Dunia Pendidikan
Kisah Firka menjadi pengingat bahwa pendidikan sejatinya bukan hanya ruang belajar akademik, tapi juga tempat membentuk kepribadian dan karakter. Guru tetap harus berhati-hati dalam bertindak, tapi orang tua pun perlu mendukung kedisiplinan yang diterapkan di sekolah selama itu dilakukan dengan niat mendidik, bukan melukai.
“Saya bersyukur dulu ditampar guru. Karena dari situlah saya belajar arti tanggung jawab. Kalau sekarang saya bisa jadi orang yang disiplin, itu berkat mereka.” tutup Firka.
Baca Juga :
https://www.satuspirit.my.id/2025/10/jaman-sekarang-teguran-guru-dianggap-bentuk-kekerasan.html
https://www.satuspirit.my.id/2025/09/dampak-ai-chatgpt-dunia-kerja.html
(*)

Social Media